Peringati 17 tahun Lahirnya UU SJSN, PKJS-UI  Menyelenggarakan *Webinar dan Diskusi Publik “Keadilan dalam Pembiayaan Kesehatan*.

Peringati 17 tahun Lahirnya UU SJSN, PKJS-UI  Menyelenggarakan *Webinar dan Diskusi Publik “Keadilan dalam Pembiayaan Kesehatan*.

- in Featured, Nasional
267
0


 
Peringati 17 tahun Lahirnya UU SJSN, PKJS-UI  Menyelenggarakan *Webinar dan Diskusi Publik “Keadilan dalam Pembiayaan Kesehatan*.
 
Jakarta, Cosmopolitanpost.com
 
Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) telah melakukan penelitian yang berjudul *”Pembiayaan Kesehatan yang Bermanfaat Bagi Kaum Miskin: Evaluasi Ekuitas Pembiayaan dalam Sistem Kesehatan di Indonesia”*.
 

Dalam rangka memperingati 17 tahun lahirnya UU SJSN yang jatuh setiap tanggal 19 Oktober, PKJS-UI  menyelenggarakan *Webinar dan Diskusi Publik terkait Keadilan dalam Pembiayaan Kesehatan*. Kegiatan ini diselenggarakan pada Kamis, 21 Oktober 2021 di  Hotel Mulia Senayan Jakarta dan Aplikasi Zoom Meeting.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti dalam pemaparannya menyatakan “Pengumpulan iuran dari sektor pekerja informal masih menjadi tantangan tersendiri dalam penyelenggaraan Program JKN-KIS.
Tantangan ini tidak hanya terjadi pada Program JKN-KIS di Indonesia, melainkan juga terjadi pada program asuransi kesehatan sosial di negara lain yang komposisi pekerjanya didominasi pekerja informal”,
Selain itu , Struktur pekerja di Indonesia masih didominasi pekerja sektor informal, yaitu 60 berbanding 40. Tingginya proporsi pekerja informal dibandingkan pekerja formal tentu berpengaruh dalam penyelenggaraan program asuransi kesehatan sosial seperti JKN-KIS yang mengandalkan pembiayaan dari iuran peserta. Pengumpulan iuran dari pekerja informal adalah pekerjaan berat mengingat penghasilan mereka fluktuatif,” pungkasnya.
Dalam kepesertaan JKN-KIS, pekerja informal tersebut masuk dalam segmen peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Untuk mengatasi tantangan tersebut, berbagai upaya dan inovasi telah dilakukan BPJS Kesehatan, seperti menambah jumlah dan alternatif pembayaran; memberlakukan autodebit; serta melakukan penagihan melalui Kader JKN, agen institusi,dan telecollecting. Di samping itu, BPJS Kesehatan juga melibatkan masyarakat perorangan maupun badan usaha untuk berpartisipasi membantu membayari iuran peserta JKN-KIS PBPU dan BP yang membutuhkan melalui program donasi dan Corporate Social Responsibility (CSR)”,jelasnya.
Penghujung diskusi ada kesempatan bertanya untuk awak media, Terkait gaya hidup masyarakat yang mengalami sakit akibat merokok,tidak bisa dicover oleh BPJS, sampai saat ini, di satu sisi melanggar HAM”, untuk jalan satu satunya harga rokok di naikan agar masyarakat merasa berat membeli rokok”, pungkas dr. Hasbullah Thabarani.MPH.
 
Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH dari Universitas Indonesia menuturkan keprihatinan nya atas masih maraknya masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi rokok. Padahal di negara barat saja cukai rokok ini di beri label atau nama dengan sin tax dimana penggunaan kata ‘sin’ yang berarti dosa atau kesalahan, dikarenakan rokok memang merugikan kesehatan dan ini perbuatan berdosa di negara barat.
Demikian dikatakan Hasbullah kepada wartawan saat acara diskusi keadilan dalam pembiayaan kesehatan.
Ia juga berpesan salah satu cara agar menurunkan tingkat perokok adalah dengan menaikkan harga rokok. “Anda tahu sendir di Singapura harga perbungkus rokok Indonesia hampir setara dengan Rp.200,000 bahkan di Australia harganya lebih mahal,” ucap Hasbullah.
Perusahaan rokok ini, ujar dia, mempunyai keuntungan yang sangat besar mereka tidak menyumbang untuk anggaran negara kecuali cukai. Cukai rokok sendiri adalah sumbangan paksa dari para perokok. “Jadi jika anda perokok dipaksa menyumbang,” bebernya.
Lebih jauh, Hasbullah juga mengusulkan agar industri rokok dapat mulai digeser dengan industri makanan dan hasil tanaman lainnya yang juga belum tersentuh secara maksimal, misalnya: ekspor buah yang bisa menggantikan penerimaaan negara dari pada rokok.
Terkait stigma rokok kretek adalah merupakan budaya Indonesia, Hasbullah mengingatkan agar jangan terkecoh dengan ungkapan tersebut karena tidak benar. “Asal tahu ya pabrik kretek terbesar saat ini di Indonesia adalah milik perusahaan asing,” jelasnya.
Slogan ini menurutnya sengaja dilontarkan sebagai salah satu bagian politik ekonomi sehingga tidak perlu heran jika terjadi banyak perdebatan karena industri rokok sangat menggiurkan.
 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Konsisten Terapkan GRC, Jasa Raharja Raih Tiga Penghargaan dalam Ajang TOP GRC Award 2024

Konsisten Terapkan GRC, Jasa Raharja Raih Tiga Penghargaan