RPA Indonesia Sulut Dampingi Kasus Dugaan Penganiayaan Narapidana di Tondano
TONDANO, Indonesiatodays.com
Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Relawan Perempuan dan Anak (RPA) Indonesia Sulawesi Utara (Sulut) memberikan pendampingan hukum terhadap kasus yang menimpa Andrew Palar (20), seorang narapidana di salah satu lembaga pemasyarakatan (lapas) di Tondano. Andrew saat ini berada dalam kondisi kritis dan menjalani perawatan intensif di rumah sakit akibat dugaan penganiayaan oleh oknum sipir penjara.
Ketua DPW RPA Indonesia Sulut, Anneke S. Lesar, mengungkapkan bahwa kondisi Andrew sangat memprihatinkan. Awalnya, Andrew dilarikan ke RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano dengan keluhan lemas dan luka di mulut. Namun, hasil pemeriksaan medis menunjukkan temuan yang lebih serius. Andrew didiagnosis mengalami kerusakan ginjal parah yang mengharuskannya menjalani cuci darah rutin.
Selain itu, tim dokter juga menemukan sejumlah indikasi lain yang menguatkan dugaan kekerasan, seperti ketidakseimbangan elektrolit, perdarahan di bawah mata (subkonjungtiva), dan infeksi jamur di mulut (candidiasis oral).
Kondisi ini dinilai tidak wajar untuk seseorang di usianya.
”Sebagai pendamping keluarga korban, saya menyaksikan langsung betapa hancurnya hati mereka melihat kondisi Andrew,” ujar Anneke. “Ada kebingungan, amarah, dan ketakutan, namun yang paling besar adalah tekad untuk mencari keadilan.”
Anneke menambahkan bahwa keluarga Andrew telah memutuskan untuk menempuh jalur hukum. Mereka meyakini bahwa luka-luka dan kerusakan organ yang dialami Andrew adalah akibat dari penyiksaan sistematis yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan.
”Kami menduga kuat bahwa luka-luka dan kerusakan organ yang dialami Andrew adalah akibat dari penyiksaan yang sistematis, sebuah tindakan yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan,” tegasnya.
Pihak RPA Indonesia Sulut berharap kasus ini dapat diusut tuntas oleh institusi penegak hukum, termasuk kepolisian dan kejaksaan. Mereka mendesak agar pelaku, siapapun dan apapun jabatannya, dapat diadili dan dihukum seberat-beratnya demi tegaknya keadilan dan penghormatan hak asasi manusia di dalam penjara.
Kasus Andrew Palar ini, menurut Anneke, menjadi pengingat pahit bahwa penjara, yang seharusnya menjadi tempat pembinaan, masih menyisakan ruang bagi kekejaman. “Ini bukan hanya tentang Andrew, tetapi juga tentang ribuan narapidana lain yang nasibnya mungkin sama, namun tidak terekspos,” imbuhnya.
”Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa hak asasi manusia adalah milik semua orang, tanpa terkecuali, bahkan di dalam lapas sekalipun,” tutup Anneke.